Inilah 8 Daftar Tradisi Suku Toraja yang Unik dan Menarik – Tradisi suku Toraja kondang bersama keunikananya. Hal ini kemudian mengakibatkan Toraja menjadi keliru satu tujuan wisata budaya yang tersohor hingga mancanegara.
Suku Toraja di Sulawesi selatan menempati Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara. Suku Toraja memiliki sejumlah kebiasaan unik yang menarik untuk disaksikan.
Salah satu kebiasaan yang lumayan kondang adalah Rambu Solo, atau upacara tradisi kematian suku Toraja. Namun, ada banyak kebiasaan suku Toraja lainnya yang tidak kalah unik.
Berikut 8 kebiasaan unik suku Toraja yang dirangkum detikSulsel berasal dari beraneka sumber.
1. Rambu Solo
Rambu Solo adalah kebiasaan upacara kematian suku Toraja. Dewan Masyarakat Adat Nusantara, Eric Crystal Ranteallo menjelaskan Rambu Solo merupakan ritual sakral bagi penduduk Toraja dan telah dikerjakan oleh Aluk Todolo, atau nenek moyang berasal dari suku Toraja.
“Orang Toraja itu benar-benar menghormati keluarganya yang telah berpulang. Itu nomor satu di Toraja, sebagai penghormatan untuk paling akhir kali. Ini telah dikerjakan sejak leluhur kami Aluk Todolo,” tahu Eric Crystal Ranteallo.
Rambu Solo diyakini sebagai upacara untuk menyempurnakan kematian seseorang.
Masyarakat suku Toraja meyakini bahwa mati adalah suatu proses pergantian status berasal dari manusia fisik di dunia menjadi roh di alam gaib. Sehingga, sepanjang rangkaian ritual Rambu Solo belum dikerjakan hingga rampung, maka sang mayat akan diperlakukan sebagaimana orang sakit.
Ritual rambu solo memerlukan banyak biaya dikarenakan kudu mengorbankan kerbau. Sehingga jika biaya keluarga belum memenuhi maka mayat akan terus disimpan hingga sanggup menggelar Rambu Solo.
Rambu Solo terdiri atas beberapa ritual tradisi yang dikerjakan secara runtut oleh penduduk suku Toraja. Ritual di dalam Rambu Solo’ terdiri atas Mappassulu’, Mangriu’ Batu, Ma’popengkaloa, Ma’pasonglo, Mantanu Tedong, dan Mapasilaga Tedong.
2. Rambu Tuka’
Berbeda bersama Rambu Solo’, Rambu Tuka’ atau Rampe Mata Allo merupakan ritual upacara puas cita atau syukuran penduduk Toraja atas syukuran rumah, hasil panen yang baik, dan keceriaan lainnya.
Melansir laman resmi Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), upacara Rambu Tuka’ diyakini telah berkembang sejak zaman purbakala beriringan bersama kedatangan manusia pertama di wajah bumi. Hal ini dikarenakan Rambu Tuka adalah bagian yang integral bersama sistem keyakinan penduduk Toraja kuno yang disebut aluk todolo.
Upacara Rambu Tuka’ digelar di sebelah timur rumah, barung-barung atau tongkonan. Serta dikerjakan saat matahari menanjak.
Ada beberapa type Rambu Tuka’ di dalam kebiasaan suku Toraja. Berikut jenis-jenis Rambu Tuka’ merasa berasal dari tingkat paling rendah hingga tertinggi.
- Kapuran Pangan, menyuguhkan sirih pinang
- Piong Salampa, menyuguhkan lemang bambu
- Ma’pallin atau Malingka Biang, upacara persembahan seekor ayam sebagai pengakuan kekurangan
- Ma’tadoran atau Menammu, persembahan satu ekor babi,
- Ma’pakande Deata Dao Banua, persembahan seekor babi sebagai hidangan bagi semua keluarga yang hadir
- Ma’pakande Deata Diong Padang, upacara kurban persembahan kepada deata di halaman rumah. Seekor babi dikurbankan dijadikan lauk pauk untuk sanak keluarga dan sisanya dibagi-bagikan kepada masyarakat
- Massura’ Tallang, upacara yang dikerjakan sehabis semua upacara tradisi yang disebutkan di atas
- Merok, upacara persembahan tertinggi yang bertujuan kepada Puang Matua. Kurban persembahannya adalah kerbau, babi, dan ayam.
3. Ma’lettoan
Melansir jurnal Universitas Negeri Makassar (UNM) yang berjudul ‘Ritual Maklettoan Bai di dalam Acara Mangrara Banua di Desa Lolai Kabupaten Toraja Utara’, kebiasaan Ma’lettoan merupakan keliru satu ritual di dalam rangkaian Rambu Tuka.
Dalam kebiasaan ini, orang-orang mengarak sebuah rumah-rumahan tradisi tongkonan yang berisi babi. Hal ini bertujuan sebagai wujud rasa syukur dan persaudaraan.
Makna kebiasaan Ma’Lettoan ini adalah sebagai wujud ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas keberhasilan yang telah diraih. Biasanya saat seseorang selesai membangun tempat tinggal baru.
Selain itu, kebiasaan ini terhitung bermanfaat untuk mempererat tali silaturahmi antar keluarga. Hal ini bisa dilihat berasal dari keikutsertaan beraneka keluarga di dalam prosesi ritual Ma’Lettoa ini.
Adapun tahapan kebiasaan Ma’lettoan yakni Digaragan Lettoan atau pembuatan lettoan (kotak yang menyerupai Tongkonan), kemudian babi dibulle (diarak), dirempun (dikumpulkan), lalu ditunu (disembelih).
Baca Juga : 12 Rekomendasi Makanan Khas Makassar Terpopuler yang Wajib Dicoba
4. Ma’nene
Melansir jurnal Universitas Muhammadiyah yang berjudul ‘Tradisi Ma’nene sebagai Warisan Budaya Etnis Toraja’, Ma’nene merupakan ritual membersihkan serta mengganti pakaian mayat para leluhur yang telah meninggal ratusan tahun. Ritual ini dikerjakan sehabis masa panen berlangsung, lebih kurang di bulan
Agustus akhir.
Ritual Ma’nene terjadi peti-peti mati para leluhur dikeluarkan berasal dari makam-makam liang batu, kemudian ditempatkan di tempat upacara. Setelah jasad dikeluarkan berasal dari kuburan, jasad itu dibersihkan.
Pakaian yang dikenakan jasad para leluhur itu diganti bersama kain atau pakaian yang baru. Biasanya ritual ini dikerjakan serempak satu keluarga atau apalagi satu desa, agar acaranya pun terjadi lumayan panjang.
Rangkaian ritual Ma’nene kemudian ditutup bersama berkumpulnya bagian keluarga di tempat tinggal tradisi Tongkonan untuk beribadah bersama.
Upacara Ma’nene ini diakui sebagai wujud kecintaan penduduk suku Toraja pada para leluhur dan kerabat yang telah meninggal dunia. Melalui ritual ini penduduk suku Toraja meminta arwah leluhur akan menjaga mereka berasal dari segala problem jahat, hama tanaman, dan terhitung kesialan hidup.
5. Rampanan Kapa’
Melansir laman Warisan Budaya Tak Benda Kemdikbud RI, Rampanan Kapa’ merupakan pernikahan tradisi pada suku Toraja. Pernikahan tradisi ini merupakan faktor yang diakui sakral di dalam ajaran aluk todolo atau leluhur suku Toraja.
Rampanan Kapa’ diyakini sebagai pangkal berasal dari berkembangnya ma’lolo tau (hubungan sesama manusia). Dalam keyakinan aluk todolo, datuk La Ukku’ adalah moyang pertama manusia yang dinikahkan oleh Puang Matua bersama seorang lelaki yang bernama To Tabang Tua.
Pernikahan ini kemudian yang diakui sebagai pernikahan pertama di dalam sejarah manusia suku Toraja. Pernikahan ini disaksikan langsung oleh Puang Matua, yang kemudian dikenal bersama sebutan Rampanan Kapa’.
Tradisi Rampanan Kapa’ merupakan upacara pernikahan secara tradisi yang pelaksanannya tidak dikerjakan oleh penghulu agama melainkan pimpinan adat. Penghulu agama cuma mendampingi pemangku tradisi di dalam men-sahkan pernikahan berdasarkan ketentuan tana’ (mas kawin) seseorang.
Tidak ada kurban di dalam upacara Rampanan Kapa’. Hewan yang dihidangkan layaknya babi dan ayam cuma sebagai hidangan berdasarkan ketentuan adat, terlebih ketentuan jatah daging atau manta bagi pemangku tradisi yang terlibat.
Waktu pelaksanaan Rampanan Kapa’ dikerjakan pada pas penyelenggaran rambu tuka pada pagi hari dan rambu solo pada pas sore hari. Rampanan Kapa’ mempunyai kandungan aturan-aturan yang dinamakan ada’na rampanan kapa’ (hukum pernikahan adat) yang telah disesuaikan sesuai agama Kristen yang dianut oleh penduduk Toraja pada umumnya.
6. Sisemba
Melansir laman resmi Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Sisemba merupakan olahraga kaki tradisional yang telah dikerjakan oleh penduduk Toraja sejak lama. Tradisi ini umumnya dikerjakan sebagai bagian berasal dari ritual syukuran atau Rambu Tuka’ dan ritual kematian Rambu Solo.
Permainan ini bertujuan sebagai sarana hiburan sehabis acara ritual selesai dilakukan. Selain itu, permainan ini umumnya dikerjakan pada akhir Juni hingga awal Agustus dikarenakan pas itu penduduk Toraja umumnya panen padi.
Permainan ini terkadang terjadi keras hingga terjadi patah tulang apalagi bisa mengancam nyawa. Tetapi kecelakaan itu diterima sebagai efek permainan bukan sebagai bibit permusuhan.
Adapun Makna yang ingin dibangun di dalam permainan Sisemba adalah persaudaraan dan kemampuan terima efek hidup sekeras apapun. Adapun arti yang ingin dibangun di dalam permainan Sisemba yakni persaudaraan dan kemampuan terima efek hidup sekeras apapun.
Permainan ini dikerjakan bersama tiga cara, yakni:
- Simanuk atau satu lawan satu
- Siduanan, dua lawan dua,
- Sikambanan, kelompok lawan kelompok.
7. Ma’bugi
Ma’bugi adalah ritual tolak bala yang dikerjakan penduduk suku Toraja. Tradisi ini merupakan pengaruh berasal dari suku Bugis saat menguasai Tana Toraja.
Usai perang, Tana Toraja mendapatkan wabah penyakit, kelaparan, dan kemarau panjang. Masyarakat meyakini bahwa musibah ini adalah murka penguasa alam dikarenakan penduduk Toraja telah tercemar bersama budaya luar layaknya gemar berjudi.
Oleh dikarenakan itu, semua penduduk keluar tempat tinggal menyanyikan lagu ritual, menempatkan umbul-umbul berasal dari daun ijuk muda, tanaman berhias merah dan kuning yang dipasang di sepanjang jalur sebagai lambang keinginan kepada dewata. Ritual ini kemudian disebut Ma’bugi. https://www.stamperoilandgas.com/
Ritual Ma’bugi dikerjakan saat terjadi kekacauan sosial di dalam penduduk terhitung penyakit yang menyerang hewan ternak dan tumbuhan. Ma’bugi dipusatkan di Tongkonan pemimpin tradisi dan semua biaya ditanggung oleh keluarga Tongkonan.
8. Mangrara Banua
Mangrara Banua adalah kebiasaan dikerjakan suku Toraja sebagai selamatan atas selesainya pembuatan banua barung-barung atau Tongkonan. Tradisi Mangrara Banua telah dikerjakan oleh penduduk Toraja sejak lama beriringan bersama pembangunan tempat tinggal tradisional Toraja.
Kewajiban jalankan kebiasaan Mangrara Banua adalah tugas bagi semua keturunan berasal dari Tongkonan sebagai pengabdian pada Tongkonan keluarga. Upacara Mangrara Banua terbagi atas empat tingkatan.
Berikut tingkatan upacara Mangrara Banua:
- Mapadao para’, yakni pelaksanaan pemasangan atap tempat tinggal bersama kurban satu atau dua ekor babi sebagai lauk pauk
- Mangrara banua disangngalloi, ritual ini dikerjakan di mana semua keluarga Tongkonan mempunyai kurban babi dan makanan sebagai tanda selesainya pembangunan rumah. Upacara dikerjakan sejak pagi hingga sore hari
- Mangrara banua di talung alloi adalah upacara syukuran tempat tinggal yang dikerjakan sepanjang tiga hari berturut-turut.
Upacara Mangrara Banua di tallung alloi dikerjakan bersama tingkatan acara, yakni:
- Hari pertama dikerjakan ma’tarampak yakni pemasangan atap-atap kecil.
- Hari ke dua disebut ma’papa atau allo matanna (hari puncak), di mana semua keluarga datang berbondong-bondong bersama mempunyai babi dan makanan,
- Hari ketiga disebut ma’bubung sebagai tanda bahwa tempat tinggal telah selesai dan akan dipasangkan bubungan Tongkonan.